Senin, 24 Oktober 2011

My First Fanfic

ini Fanfic Harry Potter yang pertama kali aku bikin :D Wkwk.. walaupun ceritanya agak gaje, tappi aku suka loh -_____- *pemuja diri sendiri* #plakk XD
tokohmya aku ambil dari nama temen-temen potterhead aku ^.^ kalau ada yang mau namanya aku cantumin lain kali, boleh kok! :p Wkwkwk...
ah, pko'a gitu deh... --" cek this out ^.^
thankies buat yang udah baca mah :D kalau mau copas boleh kok silahkan :D cumaa.... tampilin sumbernya jugaa yaaa...~ :D hhehehe.

Aku Ingin Griffindor

Tasha memandang kerata uap berwarna merah terang mencolok itu dengan rasa kagum yang sama sekali tidak bisa diungkapkan. Bahkan tanpa kehadiran kereta hebat itu-pun mungkin perasaan kagumnya tidak berkurang juga. Perasaan kagum dan tak menyangka bahwa detik ini dia bisa berdiri disini, bersama seluruh penyihir dari seluruh dunia untuk mendapat ilmu-ilmu sihir yang mungkin tak-kan ia dapatkan ditempat lain. Jantungnya masih berdebar cepat karena tak percaya – walaupun sekalinya ia berhasil – bahwa belum genap lima menit yang lalu ia baru saja menembus sebuah tembok besar yang kokoh di antara peron 9 dan 10 di stasiun King’s Cross, London. Perasaan luar biasa senang memenuhi benak gadis itu. Ini – tentu saja – pertama kalinya ia ‘tau’ bahwa penyihir itu memang ada dan bahwa ini kali pertamanya ia menginjakkan kakinya di London. Rambut pendek coklatnya yang lurus berantakan tertiup angin selama perjalanannya dari Indonesia ke sini, bersama Mom-nya berapparate.
Ia mendengar peluit kereta berbunyi dan uap mengepul-ngepul diatasnya. ‘bagaimana bisa para penyihir menyembunyikan ini dari para manusia’ pikir gadis kecil ini sebelum menarik kopornya dan mengucapkan sampai jumpa pada Mom-mya yang kelihatannya sangat senang hampir bercucuran air mata.

Tasha menelusuri lorong pada gerbong yang ia naiki. Nampaknya semua kompartemen penuh. Ia masih mencari hingga akhirnya menemukan sebuah kompartemen dengan seorang gadis berambut coklat keriting tebal sedang membaca sebuah buku – yang kelihatannya baru akan habis dibacanya 1 bulan tanpa makan-minum – di dalamnya. Dengan ragu Tasha menggeser pintu kompartemen perlahan dan melihat gadis bule itu memandanginya. Ia menarik napas perlahan dan memulai.

“Halo” dia menyapa “aku telah berkeliling gerbong ini dan tak mendapati satu kompartemen-pun kosong. Jadi, boleh-kah aku duduk disini? Mungkin aku juga bisa menemaniku. Kulihat kau sendirian” pinta-nya ramah. Ia tersenyum.

Gadis itu perlahan menutup bukunya – setelah melihat sampai mana ia membaca – dan tersenyum kecil “tentu saja” katanya ramah lalu mempersilahkan Tasha duduk di bangku didepannya.

Tasha meletakan kopornya didepan jendela dan duduk didepan gadis – yang kira-kira lebih tua dua atau tiga tahun darinya – itu. “Jadi..” dia memulai “aku Tasha. Ini tahun pertamaku disini. Dan, well, kufikir aku akan sangat sangat sangat tidak tahu apa-apa tentang Hogwarts melihat bahwa aku bertahun-tahun tinggal di dunia manusia biasa . Kau kelas berapa?”

Tasha melihat wajah gadis itu sedikit berubah. “kau keturunan muggle?” ujarnya pelan.

Tasha terlihat khawatir, merasa bahwa sesuatu yang ia ucapkan tadi semestinya salah melihat wajah gadis ini.. begitu.. terkejut. “muggle?” Tasha mengulangi seakan tak mengerti apa yang telah diucapkan gadis tadi.

muggle artinya manusia. Manusia biasa yang tidak memiliki sihir apapun”

“oh” Tasha meringis “well, sebenarnya ibu-ku seorang penyihir... di masa lalu” ia cepat-cepat menambahkan agar gadis itu tahu kalau dirinya tidak berdaya di sekolah sihir ini dan mungkin akan menawarkan bantuan. ‘siapa tahu’ batinnya. “dan ayah-ku memang seorang man..–muggle. aku takut.. aku.. aku sangat tidak mengenal dunia sihir ini. Bahkan aku baru tahu ibu-ku seorang penyihir ketika surat dari Hogwarts sampai di rumah-ku minggu lalu. Dia terlihat sangat senang” matanya menerawang sebelum melanjutkan “dia kelihatan bersemangat sekali seakan aku penyelamat suatu hewan yang hampir punah. Haha.. ternyata selama ini mom meniggalkan dunia sihir, dunia supper ini! Dan aku tak tahu mengapa! Dan itu sangat bodoh! Karenanya aku jadi tidak tahu apa-apa kan tentang semua ini! Aku harap mereka tak menjauhiku karena aku seorang man—muggle”

Gadis itu tertawa pelan. Anehnya, setelah memandangi gadis itu sesaat, Tasha merasa pernah melihatnya disuatu tempat, padahal ia yakin ini pertemuan pertama mereka, mengingat ia tak pernah bertemu penyihir sebelumnya dan gadis itu-pun tak bilang bahwa merasa kenal. “pelan-pelan” ujarnya perlahan. “tidak seburuk itu kok. Benar deh. Ku fikir aku lebih buruk darimu” gadis itu meringis “well, kedua orang tuaku bahkan muggle” ujarnya seakan bangga. “aku tak punya darah penyihir apapun. Mereka berdua dokter gigi”

“benarkah?” ia terperanjat “lalu bagaimana bisa kau ada di sini sekarang jika tak satupun darah penyihir mengalir di nadi-mu?”

“aku tak tahu” ujarnya jujur sepertinya. “namun aku tak merasa sial. Aku justru bersyukur karenanya. Percayalah. Kau akan merasa lebih baik nanti” ujarnya menenangkan setelah melihat raut wajah Tasha.

“terima kasih” Tasha tersenyum “oh, dan.. aku belum tahu namamu, maafkan aku” ia merasa konyol membayangkan betapa banyaknya ia berbicara padahal nama gadis itu-pun dia belum tahu.

“pangil saja Hermione untukmu”

“nama yang indah” ujarnya tak sepenuhnya jujur. Ia malah berfikir nama itu terdengar aneh. “dan, eh, kata Mom seharusnya aku memiliki sepupu jauh disini, mengingat Dad pernah melihat lambang sekolah Hogwarts di rumah sepupunya tiga tahun lalu. Jadi Dad fikir seharusnya anaknya sepupunya Dad bersekolah disini. Sayangnya, Dad tidak tahu siapa nama anak itu” Tasha berhenti sebentar untuk menyadari betapa cerewetnya dia hari ini. Ia mendengar Hermione tertawa kecil dan befikir ia benar-benar konyol karena menceritakan hal memalukan itu pada orang lain.

“mungkin aku bisa membantumu menemukannya” dia menawarkan masih dengan nyengir “siapa nama belakangnya? Oh, dan kau belum menyebutkan nama belakanmu juga”

“kufikir ia tinggal di London, jadi munkin kau akan tahu. Nama belakang-ku dan dia sama kok. Nama belakang-ku Granger – Tasha Granger.” Ia melihat reaksi Hermione yang tidak ia sangka-sangka. Matanya melebar seakan-akan terkejut mendengar nama itu. “tak perlu repot-repot mencarinya. Kufikir keluargaku sangat tak terkenal. Mom-pun langsung menikah dengan Dad dan tidak pernah ke dunia spectacular ini lagi. Dan aku tak berfikir sepupu-ku, yang hanya satu-satu nya itu akan sangat terkenal” Tasha tertawa tapi wajah Hermione masih menampakan keterkejutan.

“kau seorang Granger?” ia menatap Tasha dalam.

“yeah.. dan...?” ujar Tasha dengan nada sedikit defensif, mengira, sepupunya yang bernama Granger telah membuat masalah dengan Hermione.

“ya Ampun! Kau sister ku!”dia terlonjak sedikit dari bangkunya “jadi, sepupu-mu itu aku!” ujarnya dengan nada tak percaya. Ia langsung bangkit dan duduk di sebelah Tasha.

“oh! Ya ampun!” Tasha kini menyadari. Sebenarnya bukannya dia pernah bertemu Hermione sebelumnya. Namun ia penah melihat – lebih tepatnya – orang yang mirip dengan Hermione. Ia menatap wajah Hermione yang ternyata tak jauh berbeda dengan dirinya. Mata coklat dalam, sama seperti miliknya. Gigi depannya yang agak lebih besar dari giginya yang lain – walau-pun tak bisa dibilang maju – sama dengan miliknya. Rambut coklat tebalnya-pun sama. Hanya saja milik Hermione keriting panjang dan miliknya lurus dan pendek. Tasha masih menatap Hermione disampingnya dengan tatapan tidak percaya.

“senang bertemu dirimu Tasha” Hermione merangkul Tasha dengan tangannya yang kurus. “sungguh aku tak menyangka sebelumnya” ia menambahkan.

Tasha tersenyum karena hangatnya pelukan kecil dari Hermione. Dia merasa sangat beruntung bertemu dengan gadis – yang juga sepupunya – yang seramah ini.

“oh ya, dan kurasa kita akan segera sampai stasiun Hogsmeade. Jadi, aku ingin ganti bajuku dengan jubah dulu” Hermione mengambil Jubah hitam-nya dan menghilang.

Tasha mendengar suara troli mendekat. Ia mengintip ke lorong. Sudah ia kira, itu penjual makanan. Ia mengambil beberapa koin – yang Mom-nya bilang namanya Galeon – dan keluar mendatangi troli itu. Ia fikir bisa membelikan Hermione beberapa makanan agar membuatnya senang. Beberapa anak telah mengerumuni wanita dengan trori itu. Tasha menunggu hingga sepi. Hingga tinggal seorang anak. Berambut hitam berwajah ramah. Kelihatannya seorang Indonesian. Untuk sesaat Tasha berharap bisa berteman baik dengan gadis itu.
Tasha melihat bermacam-macam makanan dan minuman yang mungkin belum pernah ia lihat selama ini. Sesuatu yang menarik perhatiannya, sekotak kacang dengan tulisan ‘kacang segala-rasa Bertie Bott’. Kacang mungkin memang bukan makanan favorite-nya. Namun, mungkin akan sangat menyenangkan mengemil kacang selama perjalanan – yang sebenarnya tak akan jauh lagi. Ia mengambil kacang itu dan mengambil bolu yang cukup besar. Hanya ada beberapa botol minuman di troli itu – mengingat ini gerbong yang paling belakang – tentu saja. Ia mengambil dua botol dan bertanya “apa ini?”
Sebelum wanita tua itu menjawab, gadis di sebelahnya menjawab “itu pumkin juice” ia tersenyum. “kau akan menyukainya, kurasa.”
“oh” Tasha mengambil dua botol. “terimakasih”
“oh iya, aku Ririn. Ririn Charlotte”
“nama yang indah. Dan oh, aku Tasha. Tasha Granger” Tasha menjabat tangan gadis itu. “dan ini tahun pertamaku disini. Jadi pengetahuanku masih sangat minim” lanjutnya.
“oh, ya... aku tahu. Ini juga tahun pertamaku disini kok”
“oh, benarkah? Kurasa kau berdarah murni?”
“ya..” ia tersenyum dengan agak malas-malasan, merasa hal itu tak seharusnya dipermasalahkan. “dan, oh. Kurasa kita bisa mengobrol lebih banyak”
“di kompartemenku” Tasha memutus sebelum Ririn menarik tangannya menuju kompartemennya, takut jika nanti Hermione mencarinya.

Mereka memasuki kompartemen Hermione dan duduk bersebrangan.
“kau berharap masuk mana?” Ririn memulai.
“hmm.. entahlah... aku tak begitu tahu...”
“kalau aku berharap masuk Gryffindor!” kata gadis itu bersemangat.
“Gryffindor? Kenapa? Apa bedanya dari yang lain?”
“yeah! Gryffindor hebat, sangat!”
“kuharap kau mendapatkan yang kaumau” Tasha tersenyum.
“dan kuharap kita satu asrama” dia menambahkan.
Pintu kompartemen terbuka dan Hermione masuk – sedikit terkejut melihat Ririn – lalu duduk di sebelah Tasha. Kemeja putihnya sudah berganti menjadi jubah seragam hitam dengan garis merah.
“hai” Hermione tersenyum, .
“kau seorang Gryffindor?!”ujar Ririn dengan antusias “kuharap aku juga!”
Hermione tertawa kecil “semoga kau bisa”

Tiba-tiba pintu kompartemen terbuka lagi. Tiga gadis berdiri di depan pintu.
Ketiganya mengenakan jubah yang sama dengan yang dikenakan Hermione. Ketiganya cukup cantik dengan wajah mereka yang kelihatan ramah.“tuh kan benar Ririn disini!” kata Gadis yang paling belakang. Nadan cerianya menyatakan seakan ia baru saja memenangkan sebuah taruhan
“ya.. aku juga melihatnya ta..” ujar gadis kedua lebih lembut.
“hai Mione. Kita sedang mencari Ririn” gadis yang paling depan berbicara – lebih tepatnya – pada Hermione.
“kalian mau membawaku kembali?” tanya Ririn kelihatannya ragu.
“oh, sebenarnya Nitta dan Prefek Han mengusir kita” ujar gadis pertama to the point.
“sttt.. kompartemen ini telalu penuh! Kita cari kompartemen lain saja” tepis gadis yang paling depan.
“muat kok untuk enam orang” Hermione mempersilahkan.
“tuh kan... ayo Leoni!” gadis pertama menarik lengan gadis kedua. Mereka duduk di samping Ririn dan gadis yang paling depan tadi masuk – dengan wajah menyerah – dan duduk di sebelah Tasha.
“hai.. kau anak tingkat satu?” tanya gadis pertama tadi pada Tasha.
“iya. aku Tasha. dan half-blood
“aku Shinta Aulia. Panggil saja Tata”
“Tata? How a cute name” Tasha tersenyum. Ia melihat Hermione, Ririn dan gadis di sebelahnya sedang asyik mengobrol, jadi ia memutuskan untuk menyapa gadis di sebelah Tata.
“nama kamu siapa?” merasa bodoh dengan pertanyaan yang terlanjur di ajukan – karena kekanak-kanak an – Tasha memalingkan wajah sedetik. Bagaimanapun kailmat itu terdengar konyol. Namun gadis didepannya tidak tertawa atau-pun merasa itu hal lucu. Ia tersenyum sangat ramah.
“Leoni Jessica” jawabnya perlahan.
“nama yang cantik” ia tersenyum “dan oh, kalian semua dari Gryffindor kurasa?”
“ya! Gryffindor hebat” Tata bersemangat.
“itu kenapa aku ingin masuk kesana!” Ririn menambahkan.
“aku juga ingin masuk Gryffindor” ujar Tasha perlahan – dengan tak sadar. Sebenarnya selama ini dia tak terlalu peduli dengan ‘dimana dia harus berasrama’ yang penting bisa belajar sihir. Namun setelah bertemu orang-orang seramah mereka, ia fikir ia akan bisa lebih menikmati hari-hari sihir-nya.
“aku yakin kau bisa” Leoni berbisik gembira.

            Hogwarts Express perlahan mengurangi kecepatannya.
“kita akan segera sampai” ujar Tata. bangkit dari bangkunya, dikuti semua yang ada di kompartemen penuh sesak itu. Gadis yang belum Tasha tahu namanya itu mengintip keluar.  Lorong di gerbong itu kian penuh sesak oleh anak-anak yang ingin secepatnya keluar. “nanti saja” ujarnya.
“mereka akan mencariku” kata Hermione seraya mengambil kopornya siap keluar “teman-temanku menungguku” sebelum melangkah keluar pintu kompartemen Hermione berbalik “Jika kau butuh sesuatu beritahu aku. Aku akan dengan senang hati membantumu” ia tersenyum. “kita bertemu di meja Gryffindor” lalu ia menghilang bersama kerumunan anak.

            Setelah lorong itu mulai sepi mereka mulai keluar. Gadis tadi berkata lagi.
“Leoni, Tata, kalian boleh duluan ke kereta (kencana) dan aku akan membawa Ririn dan Tasha ke para Prefek”
Leoni dan Tata berjalan cepat dan menghilang lagi.
“oh iya, aku Ira. Kalian akan naik perahu menuju Hogwarts castle. Sudah tradisi” ujarnya ramah “aku akan membawa kalian ke para Prefek dulu” tambahnya.

            Ira membawa Tasha dan Ririn ke sebuah hamparan rumput yang luas di pinggir danau besar. Indah sekali. Terdapat beberapa – banyak – perahu kecil di sana. Dan mereka terus berjalan menemui beberapa gadis yang sudah jauh beberapa tingkat diatas mereka. Mungkin lima atau enam.
“pref, Ini Ririn dan Tasha” Ira menyerahkan kedua gadis itu ke seorang gadis putih bermuka japanese.
“Nitta, ajak mereka berkumpul dengan yang lainnya. setelah itu kembali. Kau boleh ke kereta bersama Ira” perintah prefek itu kepada seseorang didekatnya “dan oh, semoga kalian dapat masuk ke asrama yang kalian inginkan” tambahnya ramah sebelum Nitta membawa mereka pergi.

Gadis yang nampaknya pemberani itu membawa Tasha dan Ririn ketempat dimana anak-anak baru berkumpul.
“Hai. Aku Nitta Nitya. Asisten-nya prefek Han” ujarnya masih dengan berjalan dan kini ia sedikit nyengir seakan kalimat yang baru saja ia katakan seharusnya lucu.
“yang tadi namanya prefek Han?” Tasha mengulurkan tangannya “dan aku Tasha. Tasha Granger”
“Ririn” Ririn tersenyum gantian mengulurkan tangannya “oh, dan kau asisten-nya Prefek Han? Dia prefeknya Gryffindor kan?!” tambahnya dengan sangat bersemangat.
“yup.. Gryffindor. Dan asrama mana yang kalian inginkan?”
“Gryffindor!” ujar Tasha bersemangat sebelum didahului Ririn.
“kau juga?” Ririn terlihat terkejut tetapi sangat senang “kita bisa mengambil mata pelajaran yang sama! Dan mengumpulkan point yang terbanyak untuk Gryffindor!”
Nitta sedikit tertawa “kalian pasti bisa”ia menyemangati.

            Nitta meninggalkan mereka ditengah kerumunan anak-anak baru. Mereka semua kelihatan sangat antusias. Di pinggir danau terdapat sekitar setengah lusin perahu-perahu kecil yang bisa di naiki 6-7 anak.
“okei. Sampai bertemu dimeja Gryffindor”
Tasha dan Ririn melambai pada Nitta sebelum mulai berjalan mendekati perahu-perahu kecil di pinggir danau itu. Tanpa sengaja Tasha menginjak kaki seorang gadis kecil berambut coklat kemerahan.
“ma.. maafkan aku. Aku tak sengaja”
“uh.. ok. Bukan masalah” anak itu sedikit mengusap sepatu hitamnya. Kelihatannya ia sedang sendirian, jadi Tasha pikir tak ada salahnya mengajaknya bersama dalam perahunya dan Ririn nanti.
“aku Tasha” ia mengulurkan tangannya “dan kufikir kita bisa menyebrang danau dengan perahu yang sama”
“Sofie Weasley” ia tersenyum manis setelah menjabat tangan Tasha “dan menurutku itu ide yang bagus” tambahnya senang.

            Seorang Prefek berambut indah, hitam pendek, mendekati mereka bersama dua anak lain. Prefek itu memakai jubah hitam dengan garis kuning. Seragam itu terlihat sangat manis.
“kalian baru bertiga?” tanya-nya sangat ramah.
“iya...”
“kalau begitu kalian boleh naik perahunya.”
Sofie, Tasha,  Ririn dan dua anak lain mulai menaiki perahu kecil itu. Sedetik setelah prefek itu masuk ke perahu itu terdengar suara seseorang memanggilnya. Prefek Han.
“Prefek Fani? Kudengar Prefek Aurelista memanggilmu” prefek Fani berbalik dan keluar dari perahu itu.
“dimana dia?” tanya-nya.
“di perahu paling pojok”
Prefek Fani berlari menjauh dan prefek Han masuk ke perahu kecil itu dan duduk di antara Tasha dan Sofie.
“kukira kita bisa jalan sekarang” ujarnya, lalu dia mengambil wand dari balik jubahnya dan melambaikannya dengan mengucap suatu mantra – yang tak begitu jelas – dengan sangat cepat. Lalu tiba-tiba perahu kecil itu berjalan perlahan-lahan membawa mereka semua menuju Sekolah Sihir Hogwarts...

            Profesor Jullian Mulai membuka perkamen panjang yang ia pegang dan mulai membacakan satu per satu nama murid baru hogwarts untuk shorting hat. Tasha berdiri dangan Sofie dan Ririn disebelahnya, serta seluruh anak-anak yang baru saja menyebrang danau bersama mereka. Tasha menoleh kearah meja panjang Gryffindor. Kepala Hermione terlihat sangat bergairah diantara murid-murid berjubah gryffindor lainnya. matanya yang cemerlang menatap Tasha dan berujar pelan ‘kamu pasti bisa’.
“Charlotte, Ririn”
Riri dengan canggung maju kedepan dan duduk di atas kursi tinggi didepan sana. Profesor Jullian Meletakan sebuah topi usang dikepalanya. Wajahnya terlihat gelisah, namun matanya berkata ‘gryffindor tempaat-ku’. Tasha sangat kagum dengan keberaniannya serta kepercayaan dirinya.
“Gryffindor!” teriak topi buluk itu tanpa basa basi lagi hingga suaranya menggelegar di aula besar itu.
Ririn turun dari kursi itu dan berlonjak kegirangan seakan akan baru saja memenangkan lotre liburan ke hawai gratis. Ia berlari menuju meja Gryffindor dan ramai di sambut oleh semua anak Gryffindor. Prefek Han, Nitta, Leoni, Tata, Ira, bahkan Hermione-pun terlihat sangat senang dan berkata “selamat bergabung”
Rasa kepercayaan diri Tasha sedikit bangkit. Ia yakin pasti bisa menyusul Ririn. Ia yakin tak lama lagi ia akan bisa duduk disebelah Hermione dan seluruh anak-anak asaramanya yang ramah tadi.
“Granger, Tasha”
‘deg’ jantung Tasha berhenti berdetak. ‘aku pasti bisa’ ia berjalan lambat menuju kursi tinggi itu – yang terasa sangat jauh – dan duduk di atasnya, dengan susah payah. Terasa rambutnya ditindihi sebuah topi oleh profesor Jullian – yang serasa ditindihi oleh bata – hingga ia sedikit terlonjak.
“hmm...” topi itu secara ajaib –yang baru disadarinya– bergumam tak jelas.
Setelah beberapa menit hanya “hmm..” yang bisa didengar Tasha.
Mata Tasha mencari-cari seluruh kakak kelasnya yang baru saja ia kenal siang ini, di meja Gryffindor. Mereka terlihat senang dan yakin jika Tasha akan masuk Gryffindor. Matanya berpindah-pindah. Dari Hermione, prefek Han, Leoni, Tata, Ira, Nitta, lalu Ririn.
“ok kalu begitu. Aku sudah memutuskan” mata Tasha berhenti di Hermione yang dengan yakin menatap Tasha dengan pandangan percaya diri. Senyum Tasha merekah. ‘aku akan masuk Gryffindor!’
“Hufflepuff!”

......................................
“kok gelap?” lirih Tasha sangat pelan. Ia bahkan tidak mengenali suara lemahnya itu. Ia memang merasa sedikit lemas dan kepalanya terasa sedikit nyeri. Ia mencoba bangkit tapi merasa tak kuat, jadi ia membiarkan dirinya hanya berbaring “a.. aku dimana?” tanya-nya perlahan pada seseorang disampingnya yang sesungguhnya tak dikenalinya. Ia tak ingat apapun. Apa yang terjadi sebelum ini, apa yang sedang ia kerjakan dan mengapa ia bisa berada di sini.

“kau sudah sadar? Syukurlah” Tasha tak bisa mengenali siapa dia karena gelapnya ruangan itu.

“apa yang terjadi pada-ku?” Tasha meringis ‘itu jelas pertanyaan bodoh, mengingat kalimat ‘kau sudah sadar?’ berarti sebelumnya aku pingsan’ batinnya.

“kau pingsan dan jatuh dari kursi setelah shorting hat-mu tadi. Kepalamu terbentur”

‘deg!’ tiba-tiba Tasha mulai mengingat kejadian shorting hat-nya tadi. “aku ingin Gryffindor” lirihnya memelas.

“oh” gadis itu terlihat kaget “Hufflepuff tidak buruk-buruk amat kok!” gadis itu terlihat sedikit tersinggung.

“uh..” Tasha sedikit merasa tak enak hati “hufflepuff oke kok” ia buru-buru menambahkan “tapi aku sudah mendapat banyak teman disana... dan, mereka semua baik... dan, aku tak mau kehilangan mereka.. dan,” Tasha tak melanjutkan kalimatnya.

Gadis disamping Tasha memandang Tasha sedikit prihatin “tenang... tak akan seburuk itu kok. Kau tentu masih akan bisa bertemu dengan mereka nantinya. Perbedaan asrama tentu tidak menjadi halangan untuk berteman”

Perlahan-lahan Tasha menjadi sedikit feel better. ‘mungkin gadis ini benar. Mungkin tidak seburuk itu masuk Hufflepuff. Bahkan sisi baiknya, aku akan bisa make new friends lagi disini. Lagipula ilmu-ilmu sihir masih bisa didapatkan. Dan aku masih akan bisa bertemu Ririn dan semua anak-anak Gryff tadi’ batinnya. Ia tersenyum bahagia kepada gadis di depannya. “terimakasih sudah membuat aku lebih baik”

“Jadi.. kau sudah bisa menerima asrama baru-mu?” gadis itu nyengir mengejek.

Tasha merasa sedikit malu “maafkan aku. Hufflepuff hebat kok.” Katanya sedikit bersemangat.

“oh, dan aku Aurelista. Prefek Hufflepuff” ia memperkenalkan diri “selamat bergabung”

“terima kasih pref. Mohon bantuannya..."

“dan, kau harus tahu, Hufflepuff adalah asrama dimana para penghuninya berhati baik, ramah, pekerja keras dan ringan tangan. Kamu seharusnya bangga dengan hal itu.”

“jadi, menurutmu, aku anak baik?!” tanya Tasha bersemangat. Teman-teman SD-nya dulu selalu memanggilnya anak jail, dan itu –sesengguhnya—membuatnya sedikit tersinggung.

“tentu saja. Topi itu tak pernah salah. Walau-pun dengan tambalan dimana-mana” mereka tertawa “kurasa kau sudah lebih baik sekarang? Ayo kita kembali ke asrama baru-mu. Kurasa semua telah menunggumu” ia tersenyum.

Tasha turun dari tempat tidur berselimut putih itu dan berjalan perlahan mengikuti prefek Aurelista. Senyumnya kini mengembang. Ia yakin akan bisa menikmati ini semua. Hufflepuff tempatnya anak-anak ramah kan? Itu berarti akan sangat mudah baginya untuk bersosialisasi mulai saat ini.

“aku harus menemui profesor Tiara dulu” ujarnya setelah sampai di ujung tangga menuju lantai dua “kelantai tiga-lah, dan kau akan menemukan lukisan sir cadogan –ksatria gemuk pendek dengan kuda poni abu-abunya –. Ku fikir ia sedang mengunjungi nyonya kelabu di lukisan itu. Kau bisa minta tolong padanya. Ia akan senang hati mengantarmu. Dan jangan takut pada fat friar. Dia terlihat menyeramkan memang, tapi dia tak akan mengganggu kok” Aurelista menjelaskan dengan sedikit ragu.

“Aurelista!” seseorang memanggil dari sisi yanjg berlawanan. Nampaknya suara itu pernah Tasha dengar sebelumnya. Fani. Prefek yang tadi sempat berbicara dengannya sebelum naik perahu. “mau ke Hufflepuff common room-kah? Bareng yuk”

“oh, tidak. Aku akan ke Preofesor Tiara dulu. Tapi kau bisa bareng anak ini” Aurelista mengerlingkan matanya kearah Tasha.

“oh... yang tadi pingsan ya?” ia tertawa kecil hingga Tasha merasa sedikit malu.

“oke, see ya!”

Aurelista berlari sepanjang lorong menuju ruangan profesor Tiara.

“Jadi... kau pasti tak berharap masuk Hufflepuff sebelumnya?” Fani memulai.

“oh, hmm... tidak, tidak.. bukannya begitu. Aku hanya kaget. Terlalu berharap. Tapi, Hufflepuff pasti hebat” Tasha tersenyum mencoba meyakinkan.

“oh ya.. dan aku Fani” ia menjulurkan tangannya.

“Prefek Hufflepuff juga? Dan aku Tasha. Tasha Granger” ia nyengir “maafkan aku tentang shorting hat-nya. Dan mohon bantuannya di Hufflepuff”

“tentu”

            Mereka berjalan dan menaiki tangga yang –membuat Tasha tak percaya—bisa bergerak sendiri. Fani melihat ‘ketakjuban’ diwajah Tasha, Fani tertawa.
“Hebat bukan!” ia nyengir “melihat keterkejutan diwajahmu, kau pasti keturunan muggle?”

Tasha mengangguk sekali sebelum tersenyum malu. Tentu dia akan sangat lama baru bisa menyesuaikan diri, mengingat banyaknya hal baru disini yang belum ia ketahui. Samasekali.

“tenang saja kau akan terbiasa”

Tasha mengikuti Fani masuk ke lorong sempit dengan lukisan diujungnya.
“Password?” tanya wanita muda dilukisan itu.

Tasha terperanjat “dia bisa bicara???”

Fani tertawa lagi “dan juga bergerak. Grindylow terbang” lukisan itu berayun ke belakang dan mempersilahkan mereka masuk.

Dibalik lukisan aneh itu terdapat sebuah ruangan besar indah yang didominasi oleh warna kuning. Di salah satu wall-nya, terdapat sebuah umbul-umbul besar dari kain yang bergambar seekor musang hitam. Lambang Hufflepuff. Lambang pekerja keras. Pasti hebat!

Baru ia sadari ternyata ruangan itu penuh sesak dengan anak-anak hufflepuff. Semuanya terlihat ramah. Senyum diwajah Tasha mengembang.
“hai semua. Maafkan aku atas kejadian shorting hat-ku tadi. Aku memang sangat konyol sampai harus pingsan seperti itu” semua memandanginya dengan prihatin.
well, sekarang disinilah aku. Aku yakin Hufflepuff adalah asrama yang hebat dan tak kalah dari asrama lainnya, dan aku bangga karenanya!” ia menyunggingkan secercah senyuman “mohon bantuannya”

Beberapa anak mendekat.
“yeah! Hufflepuff memang hebat! Kemarin kita barusaja memenangkan House Cup!” ujarnya bersemangat “aku Metti”
“ya! dan selamat bergabung” yang lain menimpali “aku Dwi”
“kami yakin kau akan betah disini!” tambah yang lain “aku Tannia. Panggil saja Nia”
“aku Ghitta. Anak baru seperti-mu. Kita bisa berjuang bersama!!” katanya dengan antusias.

Tasha tersenyum bahagia mendapat semua perlakuan seperti itu. Ia akan betah disini. Ia yakin. Hufflepuff akan menjadi rumah kedua baginya.

‘aku bangga dengan Hufflepuff! Mulai sekarang aku akan memperjuangkan kemenangan Hufflepuff! Go go Hufflepuff!’




Epilog :

‘aku bangga dengan Hufflepuff! Mulai sekarang aku akan memperjuangkan kemenangan Hufflepuff! Go go Hufflepuff!’
“kriiiiiiiiiiiiiing!”
Tangan Tasha menggapai jam bekker di meja kecil disampping kasurnya, menekan tombol off-nya dan kembali tidur dengan pulas.
“Tasha! Tasha! ngapain tidur lagi?! Ayo bangun! Mentang-mentang hari minggu jangan bangun siang-siang dong!!” seorang wanita paruh baya menggedor-gedor pintu kamar Tasha dengan galak.
“iya ma! Bentar...” Tasha bangun dengan ogah-ogahan. Ia langsung menggapai laptop di lantai kamarnya dan menekan tanda on.
Mobile partner à connect
google chrome à http://www.facebook.com à “sekolah sihir” à

“hai semua!
Kak Tata, kak Leoni, kak Fani, kak Aurelista, kak Nitta, kak Metti, kak Dwi, kak Han, kak Ira, kak Ririn, Sofie, Ghitta en’ Nia!! Apa kabar? Aku kangen sama kalian! Tadi malem aku mimpi tentang kalian semua! Seru deh! Ahihi...
#jiah,, jadi curcoll”


The End


Thankies yang udah baca :D
emang ku sadari rada gaje -______-
ditunggu kritik en sarannya! :D yang ngasih kritik en saran aku doain masuk surga ^.^

0 komentar:

Posting Komentar